Menjadi Manusia Bernilai Menyongsong Indonesia Memimpin Dunia 2045

Menjadi Manusia Bernilai Menyongsong Indonesia Memimpin Dunia 2045



Judul dari posting ini adalah tema dari sebuah ceramah ramadhan di Masjid Kampus UGM yang disampaikan oleh Bapak Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta). Bisa dibilang beliau ini mudik atau pulang kampung untuk bertemu dengan teman dan kampus tercintanya, Universitas Gadjah Mada.
Saya mencoba menuliskan ringkasan dari kajian yang dilaksanakan setelah sholat tarawih berjamaah di maskam UGM tersebut.

Ceramah diawali dengan cerita lama beliau ketika belajar di UGM beberapa puluh tahun silam. Sebuah cerita ketika KFC pertamakali buka di malioboro Jogja, dan beliau bersama dengan teman-teman aktivis angkatannya datang untuk memesan beberapa menu. Kentang goreng akhirnya datang ke meja mereka, dibarengi dengan pertanyaan dari pelayan yang menanyakan apakah pesanan mereka sudah lengkap semua?. Dengan polosnya pak Anies menjawab bahwa pesanan mereka masih kurang, "french fries-nya belum mbak.." ucap beliau. Ketidaktahuan beliau dan teman-temannya bahwa french fries sama dengan kentang goreng, menunjukan betapa ndesonya mahasiswa Gadjah Mada waktu itu. 

Cerita nostalgia belum selesai. Selanjutnya adalah cerita ketika beliau dan teman-temannya membuat training di Kalimantan Timur. Masih dengan cerita betapa ndeso nya mahasiswa UGM yang tidak bisa membedakan antara take off atau landing

Tapi dari itu semua, ada hal yang lebih ndeso, dimana salah satu teman beliau tidak mau turun dari pesawat ketika pesawat sudah sampai ke bandara Juanda Surabaya untuk transit. Terjadilah percakapan yang kurang lebih seperti ini:

"ed ed, mudun yuk (ed ed, ayo turun)" ucap salah satu teman beliau
"ora lah, aku neng kene wae (enggak ah, aku mau disini aja)" jawab teman beliau yang tidak mau turun dari pesawat itu

"Mudun wae (turun aja)
"Ora sah, aku neng kene wae (enggak usah, aku disini saja)"

"Lhah ngopo? (lah, kenapa?)"
"Iki lek mbuka e piye? (Ini cara membukanya gimana?)" sambil menunjuk seat-belt yang masih terpasang, LOL.

Jadi, salah satu teman beliau ini bertahan dan tidak mau turun pesawat karena alasan tidak bisa membuka seat-belt, namun malu untuk bertanya (gengsi bos). Tapi, justru orang inilah (dari satu angkatan beliau) menjadi orang yang paling banyak keliling dunia karena dia menjadi wartawan di Istana Negara pada zaman Presiden Gus Dur. 
Pria yang tidak bisa membuka seat-belt pesawat itu adalah pria yang paling banyak keliling dunia.

Gadjah Mada bagi beliau bukan hanya kampus saja, tapi tempat beliau tumbuh saat masa kecil karena rumah beliau hanya 500 meter dari utara kampus UGM.


Anak muda berbicara masa depan, orang tua cerita masa lalu.

Masa depan dari peradaban umat manusia akan berada di perkotaan. Tahun 2027 nanti, pertamakali dalam sejarah umat manusia, penduduk dunia yang tinggal di kota akan lebih banyak daripada yang tinggal di pedesaan. 

Kemudian bagaimana dengan umat Islam?

Kalau melihat dari sirah nabawiyah, maka akan didapatkan fakta bahwa Islam itu berkembang pesat di kawasan Urban (perkotaan). Islam adalah agama yang tumbuh pesat di wilayah perkotaan dan padat penduduk, contohnya adalah Mekah. Semua urusan yang disebut dengan pengelolaan pemerintahan sesungguhnya adalah pemerintahan kota. Selain itu, perintah untuk melaksanakan puasa di bulan Ramadhan juga turun dari surat Al Baqarah ayat 183 yang turun di kota Madinah. Jadi sesungguhnya, bagi umat islam bicara tentang kota adalah bukan sesuatu yang baru.

Bicara tentang tantangan perkotaan, Jakarta menjadi sebuah kota yang menjadi melting pot, dimana semua orang dari penjuru Indonesia berkumpul disitu. Sebenarnya Jogja juga sama, hanya turn over-nya cukup tinggi atau orang hanya numpang tinggal selama 4 tahun. Meskipun banyak yang mengatakan bahwa orang yang pernah minum air dan sujud di kota Jogja akan sulit untuk melupakannya. 
Jogja itu romantis sekali, *bagi yang punya kenangan. 

Salah satu tantangan besar di Jakarta adalah transportasi

13 juta kendaraan roda dua dan 3 juta kendaraan roda empat atau total 16 juta kendaraan  bermotor dengan 11 juta penduduk. Yang terjadi adalah kemacetan di Jakarta. 

Solusinya? pemprov Jakarta melakukan pembatasan kendaraan pribadi dengan meningkatkan fasilitas kendaraan umum seperti JakLingko. Berawal dari keinginan untuk membuat transportasi umum Jakarta menjadi terjangkau secara harga, terjangakau secara jarak, dan nyaman. 

Pemprov Jakarta akhirnya bersepakat dengan para operator kendaraan umum untuk membeli jasanya dan membayarnya per kilometer perjalanan, membuat kendaraan umum tersebut yang awalnya nge-tem dan membuat macet, menjadi terus jalan muter sesuai rute (karena dibayar per kilometer oleh pemerintah), sementara itu warga sebagai pengguna jasa kendaraan cukup membayar Rp. 5000/3 jam,  itulah JakLingko. 

Dampaknya? dulu pengguna kendaraan umum Jakarta sebanyak 350 ribu orang per hari, sesudah dibuat sistem baru tersebut angkanya meningkat menjadi 1 Juta orang per hari. Sekarang bahkan sedang menuju ke angka 4 Juta orang perhari. Jakarta semakin turun dari ranking kota termacet di dunia, dari peringkat 4 di dunia tahun 2017 turun menjadi peringkat 64 tahun 2021.

Selain kedaraan umum yang nyaman, trotoar juga menjadi fokus dari pemprov Jakarta. 
"Jika sebuah kota menganggap bahwa kendaraan itu adalah beroda (memiliki roda), maka dia tidak akan menyiapkan jalan untuk orang, padahal alat transportasi yang dimiliki oleh semua orang namanya kaki. Ironisnya kaki menjadi kendaraan yang kurang difasilitasi."

Paradigma yang menyebabkan kemacetan telah diubah, dari kebijakan beberapa dekade yang lalu dengan menempatkan pembangunan infrastruktur untuk kendaraan pribadi > kendaraan umum > pejalan kaki. Sekarang diubah menjadi prioritas yang berbeda, pembangunan infrastruktur paling utama adalah trotoar (pejalan kaki) > jalan sepeda > kendaraan umum > kendaraan pribadi. Kurang dari kurun waktu 4 tahun, Jakarta telah membangun kurang lebih 341 km trotoar. 

Ruang Ke-3

Kita mengenal ruang ke-1 adalah di rumah, ruang ke-2 tempat kerja, dan ruang ke-3 adalah ruang publik untuk interaksi. Selama beberapa dekade terakhir, ruang ke-3 disediakan oleh swasta (mall dan taman). Taman sebagai salah satu ruang ke-3 di Jakarta diperhatikan oleh pemerintah. Ruang ke-3 menjadi hak untuk semua orang secara setara. Membangun ruang ke-3 adalah membangun sosiologis masyarakat, agar menjadi setara. 
"Bangunlah infrastruktur dengan gagasan sosiologi. Bukan hanya infrasturktur yang dibangun untuk infrastruktur, tetapi infrastruktur yang dibangun untuk tujuan sosial"

Perasaan kesetaraan hadir sebagai dampak dari diperhatikannya ruang ke-3 sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi. Jakarta sebagai kota yang tersegregasi dimana warganya sangat membutuhkan ruang publik untuk berkumpul karena tempat mereka tinggal sudah semakin sempit, padat dan pengap. Perasaan nyaman dan setara itulah yang hadir dan akan menjadi perasaan persatuan.

Mencegah kebakaran tidak terlihat pahlawannya, sedangkan memadamkan kebakaran terlihat pahlawannya. Sebagian besar pekerjaan pemerintah adalah pencegahan, yang membuatnya tidak terlihat sebagai pahlawan. Namun yang perlu digaris bawahi adalah tindakan pencegahan akan selalu dicatat sebagai amal pahala yang mengalir

Menjadi seorang pemimpin adalah menjadi seorang yang diakui oleh semua orang, bukan yang meminta pengakuan. Seorang berubah statusnya menjadi imam jika dan hanya jika memiliki makmum (pengikut) meskipun hanya satu. 

Refleksi Seorang Gubernur Jakarta

Bekal untuk menghadapi segala tantangan permaslahan seorang gubernur ibu kota, didapatkan dari masa pembelajaran di pesantren yang bernama Gadjah Mada. Pada masa pembelajaran tersebut kita dilatih untuk dihadapkan dengan masalah, berfikir secara sistematis, serta berorientasi terhadap solusi. Proses tersebut dijalani tanpa disadari dan baru terbukti ketika dihadapkan pada permasalahan nyata. 

Pesan Untuk Mahasiswa

Jadilah mahasiswa yang sibuk
Jadilah mahasiswa yang kekurangan waktu 
Jadilah mahasiswa yang kerepotan mengatur jadwal.
Kalau anda adalah mahasiswa santai, berarti anda sedang dalam masalah.

Refleksi dari Medaki Gunung

Ketika kita mendaki dalam kegelapan, kita tidak tau mengenai rute, tetapi yang bisa kita ketahui adalah:
- kalau jalannya datar: kita sedang tidak kemana-mana
- kalau jalannya menurun: kita lebih tidak kemana-mana
*Jalan datar itu nyaman, jalan menurun lebih nyaman lagi.
TETAPI
- kalau jalan kita mendaki, kita pasti sedang menuju ke puncak. 
*mendaki itu pasti berat, penuh tantangan, akan tetapi mendaki membuat kita mencapai puncak baru yang bisa kita raih.

Selalu Berfikir Secara Global

Lokasi lahir boleh di mana saja, lokasi belajar boleh di Jogja, tapi kompetensi harus tingkat dunia.
Kompetensi dunia juga harus punya akar yang kuat, yaitu: iman, islam dan akhlak.


Pesan Terakhir

Hal yang paling harus kita bawa dari Gadjah Mada adalah pesan tentang Keadilan. UGM serius memikirkan tentang ketimpangan, kampus ini mendidik kita tentang keadilan.  Jangan sampai keluarga pejuang republik ini terusir dari tanah yang mereka perjuangkan.


Apabila ingin mendengarkan isi ceramah pak Anies Baswedan di Maskam UGM secara lengkap bisa tonton di sini:
 




Load comments